Rabu, 28 Juli 2010

RESPON KEHILANGAN

Berduka karena kehilangan ada beberapa fase. Fase-fase ini umum terjadi, namun secara khusus kadang manusia ada yang tidak melalui semua fase ini. Fase-fase ini hanya memudahkan kita untuk dijadikan pedoman apabila kita berhadapan dengan orang berduka akibat kehilangan, tindakan apa yang sebaiknya kita lakukan saat melewati nya.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

Pada fase ini nasehat untuk bersabar tidak akan berhasil karena dia masih belum percaya dengan yang terjadi. Kalaupun dia menangis, biarkan dia menangis, karena dengan menangis itu dada yang sesak kadang menjadi lega. Tunjukkan rasa empati dengan bahasa tubuh, memeluknya, membelai rambutnya ( tapi bagi yang mahram lho !! ), atau menghapus air matanya.

Fase Marah
angry

Dah seram kan wajahku

Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Hati-hati… pada fase ini kecenderungan akan melukai orang lain. Kita harus extra sabar, jangan sampai kita ikut-ikutan emosi.

Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

Di fase ini kita baru bisa memberi ungkapan empati lewat kata-kata, umpamanya ,”Sabar de…semua ini hanya milik Allah, kita harus siap kapan saja Allah akan mengambilnya.”

Fase Depresi
depresi

Menarik diri dari dunia luar

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.

Awasi dia dari hal-hal yang memungkinkan untuk terjadinya bunuh diri. Pada fase ini dibutuhkan sebuah perhatian yang lebih, rasa empati dan simpati. Dengan begitu dia akan merasa dihargai dan diperhatikan. Semangat harus dibangkitkan.

Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan laptop saya, tapi laptop yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

Manusia memang beda-beda dalam melewati fase-fase ini. Ada yang melewati lima fase dengan catatan sempurna, namun ada yang hanya sampai fase satu, dua, tiga atau empat dan macet sampai disitu.

Yang hebat… manusia yang langsung pada fase lima, dia tidak melewati fase satu sampai empat. Di tempat saya bertugas, kadang-kadang saya menemui orang-orang seperti ini. Entah batinnya saya tidak tahu tapi lahirnya menunjukkan ketegaran.

Semoga posting ini bermanfaat

Tidak ada komentar: